Minggu, 13 November 2011

BALADA RINGKIH JALANAN

Gemericik suara air yang mengalir dari belakang rumah masih terdengar bersimfoni dengan nyanyian para serangga, dan aku pun masih belum mampu merajut mimpiku kembali, entah ken apa, mungkin tumpukan folio bergaris dan laporan-laporan yang menggunung di atas meja kerjaku menanti tanganku untuk mencumbu mereka walau sejenak.

“Cttaaaaarrrr”, Lamunanku buyar oleh suara yang begitu keras dari kamar depan yang tak lain adalah kamar ibuku, aku pun lari dengan setengah kesadaranku menuju kesana. Ketika kubuka tuas pintu dan mulai kuputar,tiba-tba yang kulihat hanya hitam dan kegelapan.

_______________________________________________________________________________________________

Pagi ini, seperti biasa aku duduk berteman segelas teh hangat dan sepiring pisang goreng buatan ibu, sekilas Nampak jam dinding menunjuk jam 5 pagi, ya memang masih begitu pagi untuk orang tak berpekerjaan seperti aku membayangkan sebotol vodka atau mungkin squash punch menggantikan segelas the hangat, atau barangkali membayangkan semangkuk mie ramen khas hokaido mengeliminasi pisang goreng buatan ibuku,tapi pagi ini ada yang berbeda, terlihat dari kejauhan kerumunan orang tak lelah-lelahnya berbicara dengan wajah serius dan mungkin hanya sesekali diselingi sebuah senyum, Nampak diantara mereka seorang gadis cantik yang tak lain adalah Syifa’, gadis yang selama ini menohok jantungku kala aku mendengar langkahnya, gadis yang mampu membuat darahku berhenti mengalir kala aku melihat bayangannya,

Ku beranikan diri untuk melangkah berkumpul dengan kerumunan orang tersebut untuk sekedar mencari tahu apa yang mereka bicarakan,ya mungkin juga bisa sesekali mencuri pandang bayangan Syifa’ dari dekat.

“Ngapunten pak, bu, ada apa pagi-pagi kok udah rame kayak gini??

“Ini lho nak, katanya pagi ini ada petugas dari dinas kenagakerjaan mau datang ke kampung kita, denger-denger mau ngasih pelatihan gratis buat para pengangguran di kampung kita, ya otomatis kami yang ibu rumah tangga mau ikut” Jawab Bu Tantri, seorang ibu rumah tangga yang tinggal 30m dari rumahku, menjawab pertanyaanku. Spontan saja aku berteriak “yes”.

Sayup-sayup terdengar suara deru mesin mobil tak jauh dari tempat kami berbicara, Nampak olehku sesosok pria yang familiar.

“ Mana Udin??? Mana Udin??” Teriak pria itu memecah kerumunan.

“Mana Udin???, Aku butuh dia, Cepaaat!!!”, Kami pun kalang kabut mencari keberadaan si Udin.

Tak lama kemudian, Udin muncul dengan mata masih merah dan berpakaian layaknya tarzan, bercelana pendek warna hitam tanpa mengenakan baju, aku masih ragu apa benar ia bercelana pendek hitam karena sepagi itu aku masih sulit membedakan mana celana mana kulit.

“Din, bapak butuh 2 pemuda lagi untuk menemanimu bekerja di pabrik bapak, kamu cariin ya!!!”

“iyyy..yy..yyaa ppaakk” jawab Udin dengan gaya gagapnya yang azis gagap pun tak mampu menirunya.

Setelah itu pria itu pergi entah kemana, tanpa pamit dan tanpa memberi uang saku sepeserpun pada Udin.

“Jjjejejjangkkrrrik”, Gerutu Udin.

_____________________________________________________________________________________________

Ayam di samping rumah masih berkokok dengan lantangnya dan embun pun masih membasahi sandal yang akan kupakai untuk sejenak mengingat Tuhan pencipta sekalian alam, ya, adzan subuh telah terdengar beberapa saat yang lalu, Tak lama berselang, terdengar ketukan pintu yang cukup keras dari luar disertai teriakan “Mmmooo, aku udin, ini barangnya” (karena penulis kecapekan nulis gaya udin yang gagap, setelah ini udin jadi normal).

“Iya din, tunggu, aku wudhu dulu” Timpalku,

Setelah wudhu, kubukakan pintu menyambut kedatangan Udin,

“Ini Mo, barang yang kujanjikan semalam” Udin mengeluarkan bungkusan hitam berisi alat-alat yang mungkin tak asing bagiku, ada google, sarung tangan latex dan masker gas, sebagai sarjana lulusan teknik kimia mungkin barang ini sedikit lebih familiar dibandingkan suntik dan stetoskop.

“Aku mulai kerja kapan din???”.Tanyaku pada Udin yang masih setia dengan celana pendek hitamnya.

“Kata Bapak Tebe, kamu bisa kerja mulai pagi ini, ntar Andri aku kasih tahu juga” Jawab Udin tanpa basa-basi.

Yap, jadi teringat sebuah ayat Allah “Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.”

Kali ini aku harus bisa bekerja dengan maksimal.

_______________________________________________________________________________________________

Kulangkahkan kaki menuju tempat berukuran 5x10 meter, kulihat Andri telah sigap dengan peralatan tempurnya, ya, sebagai seorang tukang las di pabrik onderdil motor, kami harus siap dengan sarung tangan latex dan google (kacamata safety untuk las) kami,

“Ndri, kamu ntar pulang bareng siapa???” Tanyaku saat Andri berhenti nge-las sejenak.

“Inyong Pulang Dhewe, Ngapa??”,trans: (“aku pulang sendiri, ada apa sahabat???),Setiap mendengar aksen tegal Andri, seakan wajah Andri yang fotogenik kuanggap sebagai potojenik.

“Boleh bareng gag, kamu tahu kan kalo aku gag da motor, tadi aja berangkat ikut Udin??”

“Ora apa-apa,Inyong malah seneng ana kanca”. trans:(“tak apalah, aku pun merasa senang karena ada sahabat untuk pulang”)



NB:mohon maaf kalau translate tegalnya terkesan alay.:D



Tepat jam 3.45 sore aku dan Andri bergegas untuk pulang, namun apa lacur, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, baru ¼ perjalanan menuju rumah, motor Andri mengalami kram (baca:mogok), akhirnya dengan memohon restu dari Andri, aku melanjutkan perjalanan dengan sarana angkot, awalnya semua berjalan sesuai harapan, namun tiba-tiba “Dhuaaaarrrr” bunyi letusan senapan angin memekakan telinga, kulihat sepasang burung harus menjadi korban keganasan manusia., maaf salah cerita, yang bener, kulihat seorang ibu muda memegangi anaknya dan mempertahankan tasnya yang berisi dompet, tanpa pikir panjang aku turun dari angkot dan mencoba berlari kea rah ibu itu, namun tanpa diduga, sang perampas menembakkan pistolnya kearahku, dengan bantuan elemen udara,aku menghindar dari tembakan, terlambat, udara tak mampu mencegah peluru menembus betisku. Panas,, sakit,, kulihat perampas itu lari menuju arah rel kereta api, dengan tenaga seadanya aku berteriak dan berlari mengejar perampas itu.

“ Bang, Balik oey, ini tasnya ketinggalan, masak susah-susah mau ngerampas gag dibawa”.

Ternyata teriakan barusan hanya lamunanku, aku pun terus berlari mengejar perampas itu, hingga seberang rel kereta api,kejadian yang tak kuduga pun terjadi, Nampak didepanku perampas tersebut membuang pistolnya, aku berpikir mungkin dengan tangan kosong aku mampu mengalahkannya, tak lama berselang, sang perampas berlari kearahku dan berteriak “Matilah kau!!!!!” kulihat kilatan pisau tajam menghunus menuju ulu hatiku, “Crassss”, yang kuingat hanya Gelap dan Hitam.

_________________________________________________________________________________________________

Kulihat ibuku menangis sesenggukan meneriakkan namaku, “Timooo, nak , bangun, ini teh hangat sama pisang gorengnya ibu bikinin special buat kamu, dimakan nak, jangan diam saja”, aku pun melangkah menuju ibuku, dan kucoba menenangkan hatinya, kucoba meminum teh hangat, tapi selalu gagal, kucoba memakan pisang goreng pun tak berbeda, gagal. Entah kenapa, aku berjalan ke ruang tamu kulihat tangisan Syifa’ yang tak kuduga ternyata mengalir disaat seperti ini,walau aku tak tahu ada apa denganku, Bu Tantri, tetangga sebelah, tak berhentinya menenangkan hati ibuku, sambil celometan tangannya memakan pisang goreng, dan sekali lagi aku bertanya, “ada apa denganku???’. Sesaat, kulihat kilatan putih menyilaukan di depan mataku, ketika kubuka mataku lebar-lebar, kulihat ibuku tersenyum dengan senyuman terindahnya, “Subhanallah, begitu menyejukkan hati”, air matakupun mengalir, ingin kupeluk ibuku, namun apa daya, dadaku masih terasa sakit dan ngilu, kucoba memegang tangannya yang mulai berkeriput namun tangan inipun enggan bergerak,kuputuskan untuk sejenak beristirahat, siapa tahu nanti aku akan sehat kembali dan mampu memeluk tubuh ibuku tercinta”

_______________________________________________________________________________________________

“Moo, timooo, bangun nak, kenapa kamu tidur di depan kamar ibu???,nak bangun, udah pagi, kamu belum sholat subuh, ayo bangun nak, ditunggu Udin lho di depan,”.

Aku tak mengerti tubuhku kini terbujur kaku di depan pintu kamar ibuku dan di antara pecahan gelas berisi kopi milik ibuku,

“Innalillahi Wa Inna ‘Ilaihi Raji’uunn, Timoooo” Tangis histeris ibuku mengagetkan Udin yang menunggu di beranda rumah dan membuyarkan kerumunan manusia yang sedang bercengkrama tak jauh dari rumahku, dan sekali lagi, jantung ini berhenti berdetak dan darah ini berhenti mengalir karena Nampak bayangan Syifa’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar